Senin, 25 November 2013

Ingat; beda antara Ibn al Jawzi dan Ibn Qayyim al Jawziyyah, yang pertama ulama besar terkemuka sementara yang kedua seorang yang sesat berakidah tasybih (menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya)

Ingat; beda antara Ibn al Jawzi dan Ibn Qayyim al Jawziyyah, yang pertama ulama besar terkemuka sementara yang kedua seorang yang
sesat berakidah tasybih (menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya)
Ibn al Jawzi, bernama Jamaluddin Abu al Faraj Abdurrahman bin Ali bin
Muhammad bin Ali al Qurasyi al Baghdadi, dikenal dengan sebutan Ibn al Jawzi; al imam al hafizh al mufassir al ushuliyy al mutakallim. Salah seorang ulama Ahlussunnah terkemuka multidisipliner; ahli hadits (al Hafizh), ahli fiqih (al Faqih), ahli tafsir (al Mufassir), ahli teologi (al Mutakallaim), ahli sejarah (al Mu’arrikh), sufi terkemuka yang zuhud dan wara’. Lahir tahun 510 H, dan wafat pada 7 Ramadlan tahun 597 H.
Di antara karya-karyanya; al Mughni Fi ‘Ilm al Qur’an, Zad al Masir Fi ‘Ilm at
Tafsir, al Maudlu’at Fi al Hadits, Musykil ash Shihah, adl Dlu’afa Fi al Hadits, Bustan al Wa’idzin, Shayd al Khathir, Dzamm al Hawa, Laftah al Kabd Ila Nashihah al Walad, Ru’us al Qawarir, Shifat ash Shafwah, Talbis Iblis, al Muntazhim Fi at Tarikh, al Hasan al Bashri, Manaqib Umar ibn Abdil Aziz, al Adzkiya’, al Wafa Fi Fadla’il al Musthafa,
Daf’u Syubah at Tasybih Bi Akaff at Tanzih , taqwim al Lisan, Salwah al Ahzan, dan lainnya.
Lebih lengkap lihat biografi beliau dalam; Siyar A’lam an Nubala’, j. 21, h. 365, Tadzkirah al Huffazh, h. 1097, Wafayat al A’yan, j. 2, h. 321, al Bidayah Wa an Nihayah, j. 31, h. 28, Dzail Thabaqat al Huffazh, j. 1, h. 399, al Kamil Fi at Tarikh, j. 12, h. 171, dan lainnya.
- 2 -
Ibn Qayyim al Jawziyyah; adalah murid Ibn Taimiyah, banyak mengambil
kesesatan-kesesatan dari Ibn Taimiyah, benar-benar telah mengekor setiap jengkalnya kepada gurunya tersebut dalam berbagai masalah ushuliyyah Ia bernama Muhammad ibn Abi Bakr ibn Ayyub az-Zar’i, dikenal dengan nama Ibn
Qayyim al-Jawziyyah, lahir tahun 691 hijriyah dan wafat tahun 751 hijriyah. Al-Dzahabi dalam kitab al-Mu’jam al-Mukhtash menuliskan tentang sosok Ibn Qayyim sebagai berikut:
“Ia tertarik dengan disiplin Hadits, matan-matan-nya, dan para perawinya. Ia
juga berkecimpung dalam bidang fiqih dan cukup kompeten di dalamnya. Ia
juga mendalami ilmu nahwu dan lainnya. Ia telah dipenjarakan beberapa kali
karena pengingkarannya terhadap kebolehan melakukan perjalanan untuk
ziarah ke makam Nabi Ibrahim. Ia menyibukan diri dengan menulis beberapa
karya dan menyebarkan ilmu-ilmunya, hanya saja ia seorang yang suka
merasa paling benar dan terlena dengan pendapat-pendapatnya sendiri, hingga ia menjadi seorang yang terlalu berani atau nekad dalam banyak
permasalahan” (al-Mu’jam al-Mukhtash).
Imam al-Hâfizh Ibn Hajar al-Asqalani dalam kitab ad-Durar al-Kaminah
menuliskan tentang Ibn Qayyim sebagai berikut:
“Ia ditaklukkan oleh rasa cintanya kepada Ibn Taimiyah, hingga tidak
sedikitpun ia keluar dari seluruh pendapat Ibn Taimiyah, dan bahkan ia selalu
membela setiap pendapat apapun dari Ibn Taimiyah. Ibn Qayyim inilah yang
berperan besar dalam menyeleksi dan menyebarluaskan berbagai karya dan
ilmu-ilmu Ibn Taimiyah. Ia dengan Ibn Taimiyah bersama-sama telah
dipenjarakan di penjara al-Qal’ah, setelah sebelumnya ia dihinakan dan arak
keliling di atas unta hingga banyak dipukuli ramai-ramai. Ketika Ibn
Taimiyah meninggal dalam penjara, Ibn Qayyim lalu dikeluarkan dari penjara
tersebut. Namun demikian Ibn Qayyim masih mendapat beberapa kali
hukuman karena perkataan-perkataannya yang ia ambil dari fatwa-fatwa Ibn
Taimiyah. Karena itu Ibn Qayyim banyak menerima serangan dari para ulama
semasanya, seperti juga para ulama tersebut diserang olehnya” (ad-Durar al-
Kâminah Fi A’yan al-Mi’ah ats-Tsaminah ).
Sementara Ibn Katsir menuliskan tentang sosok Ibn Qayyim sebagai berikut:
“Ia (Ibn Qayyim) bersikukuh memberikan fatwa tentang masalah talak dengan
menguatkan apa yang telah difatwakan oleh Ibn Taimiyah. Tentang masalah
talak ini telah terjadi perbincangan dan perdebatan yang sangat luas antara dia dengan pimpinan para hakim (Qâdlî al-Qudlât); Taqiyuddin as-Subki dan
ulama lainnya” (Al-Bidâyah Wa an-Nihâyah, j. 14, j. 235).
Ibn Qayyim adalah sosok yang terlalu optimis dan memiliki gairah yang besar atas dirinya sendiri, yang hal ini secara nyata tergambar dalam gaya karya-karya tulisnya yang nampak selalu memaksakan penjelasan yang sedetail mungkin. Bahkan nampak penjelasan-penjelasan itu seakan dibuat-buatnya. Referensi utama yang ia jadikan rujukan adalah selalu saja perkataan-perkataan Ibn Taimiyah. Bahkan ia banyak mengutak-atik fatwa-fatwa gurunya tersebut karena dalam pandangannya ia memiliki kekuatan untuk
itu. Tidak sedikit dari faham-faham ekstrim Ibn Taimiyah yang ia propagandakan dan ia bela, bahkan ia jadikan sebagai dasar argumentasinya. Oleh karena itu telah terjadi perselisihan yang cukup hebat antara Ibn Qayyim dengan pimpinan para hakim (Qâdlî al- Qudlât); Imam al-Hâfizh Taqiyuddin as-Subki di bulan Rabi’ul Awwal dalam masalah kebolehan membuat perlombaan dengan hadiah tanpa adanya seorang muhallil (orang ke
tiga antara dua orang yang melakukan lomba). Ibn Qayyim dalam hal ini mengingkari pendapat Imam as-Subki, hingga ia mendapatkan tekanan dan hukuman saat itu, yang pada akhirnya Ibn Qayyim menarik kembali pendapatnya tersebut.
Imam Taqiyuddin al-Hishni (w 829 H), salah seorang ulama terkemuka dalam
madzhab asy-Syafi’i; penulis kitab Kifâyah al-Akhyâr, dalam karyanya berjudul Daf’u Syubah Man Syabbah Wa Tamarrad sebagai bantahan atas kesesatan Ibn Taimiyah menuliskan sebagai berikut:
“Ibn Taimiyah adalah orang yang berpendapat bahwa mengadakan perjalanan
untuk ziarah ke makam para Nabi Allah adalah sebagai perbuatan yang haram,
dan tidak boleh melakukan qashar shalat karena perjalanan tersebut. Dalam
hal ini, Ibn Taimiyah secara terang-terangan menyebutkan haram safar untuk
tujuan ziarah ke makam Nabi Ibrahim dan makam Rasulullah. Keyakinannya
ini kemudian diikuti oleh muridnya sendiri; yaitu Ibn Qayyim al-Jaiuziyyah
az-Zar’i dan Isma’il ibn Katsir as-Syarkuwini. Disebutkan bahwa suatu hari
Ibn Qayyim mengadakan perjalan ke al-Quds Palestina. Di Palestina, di
hadapan orang banyak ia memberikan nasehat, namun ditengah-tengah
nasehatnya ia membicarakan masalah ziarah ke makam para Nabi. Dalam
kesimpulannya Ibn Qayyim kemudian berkata: “Karena itu aku katakan
bahwa sekarang aku akan langsung pulang dan tidak akan menziarahi al-
Khalil (Nabi Ibrahim)”. Kemudian Ibn Qayyim berangkat ke wilayah Tripoli
(Nablus Syam), di sana ia kembali membuat majelis nesehat, dan di tengah
nasehatnya ia kembali membicarakan masalah ziarah ke makam para Nabi.
Dalam kesimpulan pembicaraannya Ibn Qayyim berkata: “Karena itu
hendakalah makam Rasulullah jangan diziarahi…!”. Tiba-tiba orang-orang
saat itu berdiri hendak memukulinya dan bahkan hendak membunuhnya,
namun peristiwa itu dicegah oleh gubernur Nablus saat itu. Karena kejadian
ini, kemudian penduduk al-Quds Palestina dan penduduk Nablus menuslikan
berita kepada para penduduk Damaskus prihal Ibn Qayyim dalam
kesesatannya tersebut. Di Damaskus kemudian Ibn Qayyim dipanggil oleh
salah seorang hakim (Qadli) madzhab Maliki. Dalam keadaan terdesak Ibn
Qayyim kemudian meminta suaka kepada salah seorang Qadli madzhab
Hanbali, yaitu al-Qâdlî Syamsuddin ibn Muslim al-Hanbali. Di hadapannya,
Ibn Qayyim kemudian rujuk dari fatwanya di atas, dan menyatakan
keislamannya kembali, serta menyatakan taubat dari kesalahan-kesalahannya
tersebut. Dari sini Ibn Qayyim kembali dianggap sebagai muslim, darahnya
terpelihara dan tidak dijatuhi hukuman. Lalu kemudian Ibn Qayyim dipanggil
lagi dengan tuduhan fatwa-fatwa yang menyimpang yang telah ia sampaikan
di al-Quds dan Nablus, tapi Ibn Qayyim membantah telah mengatakannya.
Namun saat itu terdapat banyak saksi bahwa Ibn Qayyim telah benar-benar
mengatakan fatwa-fatwa tersebut. Dari sini kemudian Ibn Qayyim dihukum
dan di arak di atas unta, lalu dipenjarakan kembali. Dan ketika kasusnya
kembali disidangkan dihadapan al-Qâdlî Syamsuddin al-Maliki, Ibn Qayyim
hendak dihukum bunuh. Namun saat itu Ibn Qayyim mengatakan bahwa salah
seorang Qadli madzhab Hanbali telah menyatakan keislamannya dan
keterpeliharaan darahnya serta diterima taubatnya. Lalu Ibn Qayyim
dikembalikan ke penjara hingga datang Qadli madzhab Hanbali dimaksud.
Setelah Qadli Hanbali tersebut datang dan diberitakan kepadanya prihal Ibn
Qayyim sebenarnya, maka Ibn Qayyim lalu dikeluarkan dari penjara untuk
dihukum. Ia kemudian dipukuli dan diarak di atas keledai, setelah itu
kemudian kembali dimasukan ke penjara. Dalam peristiwa ini mereka telah
mengikat Ibn Qayyim dan Ibn Katsir, kemudian di arak keliling negeri, karena
fatwa keduanya -yang nyeleneh- dalam masalah talak” (Daf’u Syubah Man
Syabbaha Wa Tamarrad, h. 122-123).
Ibn Qayyim benar-benar telah mengekor setiap jengkalnya kepada gurunya; yaitu Ibn Taimiyah, dalam berbagai permasalahan. Dalam salah satu karyanya berjudul Badâ-i’ al-Fawâ-id, Ibn Qayyim menuliskan beberapa bait syair berisikan keyakinan tasybîh, yang lalu dengan dusta mengatakan bahwa bait-bait syair tersebut adalah tulisan Imam ad-Daraquthni. Dalam bukunya tersebut Ibn Qayyim menuliskan:“Janganlah kalian mengingkari bahwa Dia Allah duduk di atas arsy, juga jangan kalian ingkari bahwa Allah mendudukan Nabi Muhammad di atas arsy tersebut bersama-Nya” (Badâ-i’ al-Fawâ-id, j. 4, h. 39-40).
Tulisan Ibn Qayyim ini jelas merupakan kedustaan yang sangat besar.
Sesungguhnya Imam ad-Daraquthni adalah salah seorang yang sangat mengagungkan Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari; sebagai Imam Ahlussunnah. Seandainya ad-Daraquthni
seorang yang berkeyakinan tasybîh, seperti anggapan Ibn Qayyim, tentu ia akan mengajarkan keyakinan tersebut.
Pada bagian lain dalam kitab yang sama Ibn al-Qayyim menjelaskan bahwa langit lebih utama dari pada bumi, ia menuliskan: ”Mereka yang berpendapat bahwa langit lebih utama dari pada bumi mengatakan: Cukup alasan yang sangat kuat untuk menetapkan bahwa langit lebih utama dari pada bumi adalah karena Allah berada di dalamnya, demikian pula dengan arsy-Nya dan kursi-Nya berada di dalamnya” (Badâ-i’ al-Fawâ-id, h. 24).
Penegasan yang sama diungkapkan pula oleh Ibn al-Qayyim dalam kitab karyanya yang lain berjudul Zâd al-Ma’âd. Dalam pembukaan kitab tersebut dalam menjelaskan langit lebih utama dari bumi mengatakan bahwa bila seandainya langit tidak memiliki keistimewaan apapun kecuali bahwa ia lebih dekat kepada Allah maka cukup hal itu untuk menetapkan bahwa langit lebih utama dari pada bumi.
Syekh Muhammmad Arabi at-Tabban dalam kitab Barâ-ah al-Asy’ariyyîn dalam
menanggapi tulisan-tulisan sesat Ibn al-Qayyim di atas berkata:
”Orang ini (Ibn al-Qayyim) meyakini seperti apa yang diyakini oleh seluruh
orang Islam bahwa seluruh langit yang tujuh lapis, al-Kursi, dan Arsy adalah
benda-benda yang notabene makhluk Allah. Orang ini juga tahu bahwa
besarnya tujuh lapis langit dibanding dengan besarnya al-Kursi tidak ubahnya
hanya mirip batu kerikil dibanding padang yang sangat luas; sebagaimana hal
ini telah disebutkan dalam Hadits Nabi. Orang ini juga tahu bahwa al-Kursi
yang demikian besarnya jika dibanding dengan besarnya arsy maka al-Kursi
tersebut tidak ubahnya hanya mirip batu kerikil dibanding padang yang sangat
luas. Anehnya, orang ini pada saat yang sama berkeyakinan persis seperti
keyakinan gurunya; yaitu Ibn Taimiyah, bahwa Allah berada di arsy dan juga
berada di langit, bahkan keyakinan gurunya tersebut dibela matia-matian
layaknya pembelaan seorang yang gila. Orang ini juga berkeyakinan bahwa seluruh teks mutasyâbih, baik dalam al-Qur’an maupun Hadits-Hadits Nabi yang menurut Ahl al-Haq membutuhkan kepada takwil, baginya semua teks tersebut adalah dalam pengertian hakekat, bukan majâz (metafor). Baginya semua teks-teks mutasyâbih tersebut tidak boleh ditakwil” (Barâ-ah al-Asy’ariyyîn, j. 2, h. 259-260).
seluruh teks mutasyâbih, baik dalam al-Qur’an maupun Hadits-Hadits Nabi
yang menurut Ahl al-Haq membutuhkan kepada takwil, baginya semua teks
tersebut adalah dalam pengertian hakekat, bukan majâz (metafor). Baginya
semua teks-teks mutasyâbih tersebut tidak boleh ditakwil” (Barâ-ah al-

Asy’ariyyîn, j. 2, h. 259-260).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar