Rabu, 27 November 2013

AKIDAH Imam al-Qurthubi Bahwa ; Allah Ada Tanpa Tempat Dan Tanpa Arah



  • AKIDAH Imam al-Qurthubi Bahwa ; Allah Ada Tanpa Tempat Dan Tanpa Arah

Ahli tafsir terkemuka di kalangan Ahlussunnah, al-Imâm al-Mufassir Muhammad ibn Ahmad al-Anshari al-Qurthubi dalam kitab tafsirnya yang sangat terkenal; al-Jami‘ Li Ahkam al- Qur‘an, menuliskan sebagai berikut:
―Nama Allah ―al-‗Aliyy‖ adalah dalam pengertian ketinggian derajat dan kedudukan bukan dalam pengertian ketinggian tempat, karena Allah maha suci dari bertempat‖ (al-Jami‘ Li Ahkam al-Qur‘an, j. 3, h. 278, dalam QS. al-Baqarah: 255).
Pada bagian lain dalam kitab yang sama al-Imâm al-Qurthubi menuliskan:
―Makna Firman-Nya: ―Fawqa ‗Ibadih...‖ (QS. al-An‘am: 18), adalah dalam pengertian fawqiyyah al-Istila‘ bi al-Qahr wa al-ghalabah; artinya bahwa para hamba berada dalam kekuasaan-Nya, bukan dalam pengertian fawqiyyah al-makan, (bukan dalam makna bertempat di atas)‖ (al-Jami‘ Li Ahkam al-Qur‘an, j. 6, h. 399, dalam QS. al-An‘am: 18). Masih dalam kitabnya yang sama al-Imâm al-Qurthubi juga menuliskan sebagai berikut:
―Kaedah (yang harus kita pegang teguh): Allah maha suci dari gerak, berpindah-pindah, dan maha suci dari berada pada tempat‖ (al-Jami‘ Li Ahkam al-Qur‘an, j. 6, h. 390, dalam QS. al- An‘am: 3).
Kemudian dalam menafsirkan firman Allah:
أَوۡ يَأۡتِىَ رَبُّكَ أَوۡ يَأۡتِىَ بَعۡضُ ءَايَـٰتِ رَبِّكَ‌ۗ

atau kedatangan Tuhanmu atau kedatangan sebagian tanda-tanda Tuhanmu(almaidaH ayat 158)
al-Imâm al-Qurthubi menuliskan:
“Yang dimaksud dengan al-Maji‘ pada hak Allah adalah adalah bukan dalam pengertian gerak, bukan pindah dari satu tempat ke tempat yang lain, bukan pula dalam pengertian
condong. Karena sifat-sifat seperti demikian itu hanya terjadi pada sesuatu yang merupakan
Jism (tubuh) atau Jauhar (benda)‖ (al-Jami‘ Li Ahkam al-Qur‘an, j. 7, h. 148, dalam QS. al-
An‘am: 158).
Pada bagian lain firman Allah tentang Nabi Yunus:
وَذَا ٱلنُّونِ إِذ ذَّهَبَ مُغَـٰضِبً۬ا فَظَنَّ أَن لَّن نَّقۡدِرَ عَلَيۡهِ فَنَادَىٰ فِى ٱلظُّلُمَـٰتِ أَن لَّآ إِلَـٰهَ إِلَّآ أَنتَ سُبۡحَـٰنَكَ إِنِّى ڪُنتُ مِنَ ٱلظَّـٰلِمِينَ (٨٧)
 Dan [ingatlah kisah] Dzun Nun [Yunus], ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya [menyulitkannya], maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: [1] "Bahwa tidak ada Tuhan [yang berhak disembah] selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim." (87)al anbiya
al-Imâm al-Qurthubi menuliskan:
“Abu al-Ma‘ali berkata: Sabda Rasulullah berbunyi:
لا تفضلوني علي يونس بن مني
memberikan pemahaman bahwa saya (Nabi Muhammad) yang diangkat hingga ke Sidrah al- Muntaha tidak boleh dikatakan lebih dekat kepada Allah dibanding Nabi Yunus yang berada di dalam perut ikan besar yang kemudian dibawa hingga ke 
kedalaman lautan Ini menunjukan bahwa Allah ada tanpa tempat dan tanpa arah‖ (al-Jami‘ Li Ahkam al-
Qur‘an, j. 11, h. 333-334, dalam QS. al-Anbiya‘: 87).
Kemudian dalam menafsirkan firman Allah:
وَجَآءَ رَبُّكَ وَٱلۡمَلَكُ صَفًّ۬ا صَفًّ۬ا (٢٢)
 dan datanglah Tuhanmu; sedang malaikat berbaris-baris. (22) alfajr
al-Imâm al-Qurthubi menuliskan:
“Allah yang maha agung tidak boleh disifati dengan perubahan atau berpindah dari suatu
tempat ke tempat yang lain. Dan mustahil Dia disifati dengan sifat berubah atau berpindah.
Karena Dia ada tanpa tempat dan tanpa arah, dan tidak berlaku atas-Nya waktu dan zaman.
Karena sesuatu yang terikat oleh waktu itu adalah sesuatu yang lemah dan makhluk‖ (al-
Jami‘ Li Ahkam al-Qur‘an, j. 20, h. 55, dalam QS. al-Fajr: 22).
Kemudian dalam menafsirkan firman Allah:
ءَأَمِنتُم مَّن فِى ٱلسَّمَآءِ أَن يَخۡسِفَ بِكُمُ ٱلۡأَرۡضَ
Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang di langit bahwa Dia akan menjungkir balikkan bumi bersama kamu (almulk ayat 16)
al-Imâm al-Qurthubi menuliskan:
“Yang dimaksud oleh ayat ini adalah keagungan Allah dan kesucian-Nya dari arah bawah.
Dan makna dari sifat Allah al-‗Uluww adalah dalam pengertian ketinggian derajat dan
keagungan bukan dalam pengertian tempat-tempat, atau arah-arah, juga bukan dalam
pengertian batasan-batasan. Karena sifat-sifat seperti demikian itu adalah sifat-sifat benda (alajsam).
Adapun bahwa kita mengangkat tangan ke arah langit dalam berdoa karena langit
adalah tempat turunnya wahyu, tempat turunnya hujan, tempat yang dimuliakan, juga tempat
para Malaikat yang suci, serta ke sanalah segala kebaikan para hamba diangkat, hingga ke
arah arsy dan ke arah surga, hal ini sebagaimana Allah menjadikan ka‘bah sebagai kiblat
dalam doa dan shalat kita. Karena sesungguhnya Allah yang menciptakan segala tempat,
maka Dia tidak membutuhkan kepada ciptaannya tersebut. Sebelum menciptakan tempat dan
zaman, Allah ada tanpa permulaan (Azali), tanpa tempat, dan tanpa zaman. Dan Dia sekarang
setelah menciptakan tempat dan zaman tetap ada -sebagaimana sifat Azali-Nya- tanpa tempat
dan tanpa zaman‖ (al-Jami‘ Li Ahkam al-Qur‘an, j. 18, h. 216, dalam QS. al-Mulk: 16).
Cukup bagi orang yang dibukakan pintu hidayah baginya oleh Allah dengan hanya
mengambil perkataan al-Imam al-Qurthubi ini ia akan kuat berkeyakinan bahwa ALLAH
ADA TANPA TEMPAT DAN TANPA ARAH. Kitab tafsir al-Qurthubi ini diakui sebagai
kitab tafsir mu'tabar; baik oleh Ahlussunnah maupun oleh mereka yang tidak sepaham
dengan Ahlussunnah.
Bila kemudian ada orang berkeyakinan Allah bertempat di atas arsy atau berada di langit,
seperti keyakinan orang-orang Wahhabi, maka hendaklah ia periksa akal sehatnya!
Bagaimana ia berkata bahwa Allah di arsy atau di langit padahal ia yakin bahwa arsy dan
langit itu adalah makhluk Allah? Hasbunallah














Tidak ada komentar:

Posting Komentar