Jumat, 13 Desember 2013

Tentang pengertian “Ahl al-Bayt

Dalam al-Qur’an Allah berfirman:
إنّمَا يُرِيْدُ اللهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرّجْسَ أهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيْرًا (الأحزاب: 33
Para ahli tafsir mengatakan tentang maksud ayat ini bahwa Allah secara khusus
telah membersihkan keluarga Rasulullah dari segala macam bentuk kufur dan
syirik. Tentang pengertian “Ahl al-Bayt” dalam ayat ini ada beberapa penafsiran
berikut112;
Satu: Diriwayatkan dari sahabat Abdullah ibn Abbas bahwa yang dimaksud Ahl
al-Bayt dalam ayat tersebut adalah para istri Rasulullah. Selain oleh Ibn Abbas
Pendapat ini juga dinyatakan oleh beberapa orang murid beliau sendiri, seperti;
Ikrimah, Ibn as-Sa-ib, dan Muqatil. Pendapat ini kemudian diambil dan dikutip
oleh beberapa ahli tafsir dalam kitab-kitab tafsir mereka.
Dua: Bahwa yang dimaksud dengan Ahl al-Bayt adalah khusus bagi Rasulullah,
Ali ibn Abi Thalib, Fathimah, al-Hasan, dan al-Husain. Pendapat ini diriwayatkan
diantaranya dari sahabat Abu Sa’id al-Khudriyy, Aisyah, Anas ibn Malik, Ummu
Salamah, Watsilah ibn al-Asqa, dan lainnya.
Tiga; Yang dimaksud Ahl al-Bayt adalah seluruh keluarga Rasulullah dan para
istrinya tanpa terkecuali. Pendapat ini dinyatakan oleh adl-Dlahhak 
Dalam sebuah hadits riwayat al-Imâm at-Tirimidzi disebutkan bahwa ketika
turun firman Allah QS. Al-Ahzab: 33 tersebut di atas, saat itu Rasulullah sedang
berada di rumah Ummu Salamah; lalu Rasulullah dengan segera memanggil
Fathimah, al-Hasan, al-Husain dan Ali ibn Abi Thalib. Setelah mereka semua
berkumpul kemudian Rasulullah dengan surbannya menyelimuti mereka, seraya
berkata: “Ya Allah, ini adalah keluargaku maka jauhkan mereka dari kufur dan
syirik (ar-Rijs) dan sucikanlah mereka”. Ummu Salamah berkata: “Ikutkan saya
bersama mereka wahai Nabi Allah!”. Rasulullah menjawab: “Engkau tetaplah di
tempatmu, engkau tetap mendapatkan kebaikan”114.
 Dalam sebuah hadits riwayat al-Imâm Ahmad ibn Hanbal Rasulullah bersabda:
إنيّ تَارِكٌ فِيْكُمْ خَلِيْفَتَيْنِ كِتَابَ اللهِ عَزَّ وَجَلّ حَبْلٌ مَمْدُوْدٌ مَا بيَْنَ السّمَاءِ والأرْضِ أوْ مَا بيَْنَ السّمَاءِ إِلى

الأرْضِ، وَعِتْرَتِيْ أهْلَ بيَْتِيْ وَإِنهُّمَا لَنْ يفَْتَرِقَا حَتَّى يَرِدَا اْلحَوْضَ (رَوَاه أحمَْد
“Aku telah tinggalkan di antara kalian dua pengganti; yaitu Kitab Allah (al-
Qur’an) yang akan selalu terbentang antara langit dan bumi, dan keturunanku;
keluargaku (Ahl al-Bayt)”, keduanya tidak akan pernah berpisah hingga keduanyadatang ke Haudl nanti (di akhirat)”115. Al-Hâfizh al-Haitsami berkata: “Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, dan sanad-nya adalah jayyid (bagus)”116.
Dalam tulisan penutup ini, penulis ingin mengungkapkan untuk tujuan syukur
kepada Allah dan sebagai at-Tahadduts Bi an-Ni’mah bahwa konten yang tertuang dalam buku ini adalah “hasil duduk” penulis di hadapan orang-orang saleh dan para ulama dari keturunan Rasulullah (al-‘Itrah an-Nabawiyyah). Oleh karenanya, maka seluruh ilmu yang tertuang dalam buku ini memiliki mata rantai (sanad) yang benar-benar dapat dipertanggungjawabkan di mana muara mata rantai tersebut adalah Rasulullah sebagai pembawa syari’at. Tentu, ungkapan ini bukan untuk menyampingkan guru-guru penulis yang bukan dari kalangan al-‘Itrah an- Nabawiyyah, sama sekali tidak. Setiap orang dari kita telah mengetahui bahwa orang yang paling mulia menurut Allah adalah orang yang paling bertakwa kepada-Nya, bukan semata-mata karena nasab.
Sekali lagi, ungkapan penulis ini sama sekali bukan untuk tujuan
mengkultuskan, tetapi sebagai pembenaran terhadap apa yang disabdakan oleh
Rasulullah dalam haditsnya di atas, maka penulis katakan; (sebagaimana hal ini
merupakan pemahaman para ulama kita terdahulu) bahwa mayoritas panji-panji
Islam yang benar-benar telah membela ajaran tauhid dan menegakan ajaran
Rasulullah adalah orang-orang saleh dan para ulama dari keturunan Rasulullah.
Tentu saja, pada dasarnya bukan hanya para ulama dari keturunan Rasulullah saja,tetapi siapapun, keturunan apapun, yang memiliki kotribusi besar dalam
menegakan dan membela ajaran Rasulullah maka kelak ia di akhirat akan bersama Rasulullah dan dimuliakan olehnya di tempat yang dimuliakan oleh Allah. Bahkan tidak hanya itu, tetapi siapapun orang mukmin yang mencintai Allah dan Rasul- Nya maka secara umum dia adalah “keluarga” Rasulullah, sebagaimana telah dinyatakan oleh al-Imâm al-Hâfizh an-Nawawi.
Dengan dasar ini semua maka penulis katakan bahwa ajaran-ajaran tauhid yang
tertuang di dalam buku ini adalah sebagai keyakinan penulis dan keluarga penulis untuk menghadap Allah di kehidupan akhirat kelak. Mudah-mudahan penulis, kedua orang tua, keluarga, kerabat dan segenap handai tolan dirangkaikan oleh Allah di antara orang-orang yang mendapatkan syafa’at dari para Nabi Allah dan para ulama kekasih Allah di akhirat nanti dengan sebab karena kita di dunia ini menggabungkan diri dalam “untaian” mereka. Benar, sesungguhnya para Nabi dan para wali Allah adalah wasilah kita untuk mendapatkan ridla-Nya.
 Sebagaimana dalam keyakinan kita mayoritas umat Islam kaum Ahlussunnah Wal Jama’ah bahwa segala amal kebaikan dari orang-orang yang masih hidup jika diperuntukan sebagai hadiah bagi orang-orang yang telah meninggal akan dapat memberikan manfaat kepada mereka, maka -dengan harapan semoga Allah menjadikan usaha penulis ini sebagai kebaikan-, secara khusus penulis peruntukan pahala dari kebaikan ini bagi Syaikh al-Masyâyikh; seorang wali Allah yang sangat saleh; Mawlana as-Sulthân al-Imâm al-Hâfizh asy-Syaikh Abdullah ibn Muhammad ibn Yusuf al-Harari al-Habasyi asy-Syaibyy al-Abdaryy (w 1430 H), juga penulis hadiahkan bagi kedua orang tua, guru-guru, kakek-kakek, nenek-nenek, seluruh moyang penulis, dan bagi seluruh orang Islam dari berbagai penjuru bumi dan dari berbagai generasi.
Beberapa guru penulis di antaranya yang disebutkan dalam data penulis buku
ini adalah orang-orang yang sebenarnya sudah seharusnya penulis berterima kasih besar kepada mereka. Mudah-mudahan mereka semua ikhlas dan ridla karena penulis membawa nama mereka dalam buku sederhana ini.
Akhirnya, semoga buku ini dengan segala kelebihan yang ada di dalamnya
dapat ikut memberikan manfaat bagi seluruh orang-orang Islam, dan terhadap
segala cela dan aib yang ada di dalamnya semoga Allah memperbaikinya.
Wa Allâhu A’lam Bi ash-Shawâb, Wa Ilayh at-Tuklân Wa al-Ma-âb. Wa Shallallâh ‘Alâ Sayyidinâ Muhammad Wa Sallam. Wa al-Hamdu Lillâhi Rabb al-‘Âlamîn

Tidak ada komentar:

Posting Komentar